Banda Aceh sebagai ibukota Kesultanan Aceh Darussalam berdiri pada abad ke-14. Kesultanan Aceh Darussalam dibangun di atas puing-puing kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha yang pernah ada sebelumnya, seperti Kerajaan Indra Purba, Kerajaan Indra Purwa, Kerajaan Indra Patra, dan Kerajaan Indrapura (Indrapuri). Dari batu nisan Sultan Firman Syah, salah seorang sultan yang pernah memerintah Kesultanan Aceh, didapat keterangan bahwa Kesultanan Aceh beribukota di Kutaraja (Banda Aceh). (H. Mohammad Said a, 1981:157).
Kemunculan Kesultanan Aceh Darussalam yang beribukota di Banda Aceh tidak lepas dari eksistensi Kerajaan Islam Lamuri. Pada akhir abad ke-15, dengan terjalinnya suatu hubungan baik dengan kerajaan tetangganya, maka pusat singgasana Kerajaan Lamuri dipindahkan ke Meukuta Alam (Rusdi Sufi & Agus Budi Wibowo a, 2006:72-73). Lokasi istana Meukuta Alam berada di wilayah Banda Aceh.
Sultan Ali Mughayat Syah memerintah Kesultanan Aceh Darussalam yang beribukota di Banda Aceh, hanya selama 10 tahun. Menurut prasasti yang ditemukan dari batu nisan Sultan Ali Mughayat Syah, pemimpin pertama Kesultanan Aceh Darussalam ini meninggal dunia pada 12 Dzulhijah Tahun 936 Hijriah atau bertepatan dengan tanggal 7 Agustus 1530 Masehi. Kendati masa pemerintahan Sultan Mughayat Syah relatif singkat, namun ia berhasil membangun Banda Aceh sebagai pusat peradaban Islam di Asia Tenggara. Pada masa ini, Banda Aceh telah berevolusi menjadi salah satu kota pusat pertahanan yang ikut mengamankan jalur perdagangan maritim dan lalu lintas jemaah haji dari perompakan yang dilakukan armada Portugis.
Pada masa Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh tumbuh kembali sebagai pusat perdagangan maritim, khususnya untuk komoditas lada yang saat itu sangat tinggi permintaannya dari Eropa. Iskandar Muda menjadikan Banda Aceh sebagai taman dunia, yang dimulai dari komplek istana. Komplek istana Kesultanan Aceh juga dinamai Darud Dunya (Taman Dunia).
Pada masa agresi Belanda yang kedua, terjadi evakuasi besar-besaran pasukan Aceh keluar dari Banda Aceh yang kemudian dirayakan oleh Van Swieten dengan memproklamirkan jatuhnya kesultanan Aceh dan merubah nama Banda Aceh menjadi Kuta Raja. Setelah masuk dalam pangkuan Pemerintah Republik Indonesia baru sejak 28 Desember 1962 nama kota ini kembali diganti menjadi Banda Aceh berdasarkan Keputusan Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah bertanggal 9 Mei 1963 No. Des 52/1/43-43
Pada tanggal 26 Desember 2004, kota ini dilanda gelombang pasang tsunami yang diakibatkan oleh gempa 9,2 Skala Richter di Samudera Indonesia. Bencana ini menelan ratusan ribu jiwa penduduk dan menghancurkan lebih dari 60% bangunan kota ini. Berdasarkan data statistik yang dikeluarkan Pemerintah Kota Banda Aceh, jumlah penduduk Kota Banda Aceh hingga akhir Mei 2012 adalah sebesar 248.727 jiwa.
Geografi
Letak astronomis Banda Aceh adalah 05°16′ 15″ – 05° 36′ 16″ Lintang Utara dan 95° 16′ 15″ – 95° 22′ 35″ Bujur Timur dengan tinggi rata-rata 0,80 meter diatas permukaan laut.
Batas wilayah
Selat Malaka | ||||
Samudera Hindia | Kabupaten Aceh Besar | |||
Kota Banda Aceh | ||||
Kabupaten Aceh Besar |
Iklim
[sembunyikan]Data iklim Banda Aceh | |||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Bulan | Jan | Feb | Mar | Apr | Mei | Jun | Jul | Agt | Sep | Okt | Nov | Des | Tahun |
Rata-rata harian °C (°F) | 27.01 (80.62) |
26.88 (80.38) |
27.02 (80.64) |
27.30 (81.14) |
27.89 (82.2) |
27.99 (82.38) |
27.76 (81.97) |
27.76 (81.97) |
27.12 (80.82) |
26.72 (80.1) |
26.54 (79.77) |
26.86 (80.35) |
27.238 (81.028) |
Presipitasi mm (inci) | 256 (10.08) |
114 (4.49) |
117 (4.61) |
139 (5.47) |
143 (5.63) |
84 (3.31) |
95 (3.74) |
90 (3.54) |
161 (6.34) |
200 (7.87) |
225 (8.86) |
321 (12.64) |
1.945 (76,57) |
Rata-rata hari berhujan | 8.5 | 5.9 | 7.8 | 8.8 | 12.4 | 10.3 | 9.2 | 10.6 | 12.5 | 15.5 | 14.3 | 12.7 | 128.5 |
Sumber: [2] |
Ekonomi
Pada 2001, Dana Alokasi Umum untuk Banda Aceh adalah sebesar Rp. 137,95 miliar.
Pemerintahan
Kota Banda Aceh terdiri dari 9 Kecamatan, 17 Mukim, 70 Desa dan 20 Kelurahan. Walikota Banda Aceh yang sekarang adalah Mawardi Nurdin.[3] Ia terpilih dalam Pilkada pada 11 Desember 2006, yang berpasangan dengan Illiza Saaduddin Djamal (politisi Partai Persatuan Pembangunan). Sebelumnya, Mawardi yang merupakan Kepala Dinas Perkotaan dan Permukiman Kota Banda Aceh, juga pernah menjabat sebagai Pejabat Sementara (PjS) Walikota Banda Aceh yang dilantik Wakil Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam Azwar Abubakar pada 8 Februari 2005. Pelantikan itu sesuai dengan keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 131.21/52/2005 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Walikota Banda Aceh. Mawardi Nurdin menjabat sebagai Walikota Banda Aceh setelah wali kota sebelumnya Syarifudin Latief dipastikan meninggal dunia akibat bencana tsunami. Dalam surat keputusan itu juga disebutkan masa menjabat sebagai PjS Walikota Banda Aceh paling lama enam bulan sejak pelantikan.
Pembagian administratif
Semula hanya ada 4 kecamatan di Kota Banda Aceh yaitu Meuraksa, Baiturrahman, Kuta Alam dan Syiah Kuala. Kemudian berkembang menjadi 9 kecamatan yaitu:
Daftar Walikota Banda Aceh
No. | Foto | Nama | Dari | Sampai | Keterangan |
1. | Teuku Ali Basyah | 1957 | 1959 | ||
2. | Teuku Oesman Yacoub | 1959 | 1967 | ||
3. | T. Mohd. Syah | 1967 | 1968 | ||
4. | T. Ibrahim | 1968 | 1970 | ||
5. | Teuku Oesman Yacoub | 1970 | 1973 | ||
6. | Drs. Zein Hasjmy Ec | 1973 | 1978 | ||
7. | Drs. Djakfar Ahmad MA | 1978 | 1983 | ||
8. | Drs. Baharuddin Yahya | 1983 | 1993 | ||
9. | Drs. Said Hussain Al-Haj | 1993 | 1998 | ||
10. | Drs. Muhammad Y | 1998 | 1998 | PLT Walikotamadya | |
11. | Drs. Zulkarnain | 1998 | 2003 | ||
12. | Drs. H. Syarifuddin Latif | 2003 | 2004 | Pj Walikota | |
13. | Ir. Mawardy Nurdin, M.Eng, Sc | 2005 | 2006 | Pj Walikota | |
14. | Drs. Razali Yussuf | 2006 | 2007 | Pj Walikota | |
15. | Ir. Mawardy Nurdin, M.Eng, Sc | 2007 | 2012 | ||
16. | Drs. T. Saifuddin TA, M.Si | 2012 | 2013 | Pj Walikota | |
17. | Ir. Mawardy Nurdin, M.Eng, Sc | 2013 | Sekarang |
(http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Banda_Aceh)
Leave a Reply